Pemerintah Harus Akui Pengelolaan Hutan Adat


Samarinda (ANTARA) - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Timur, mendesak pemerintah mengakui pengelolaan atas hak hutan adat di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur (Kaltim).

"Hutan adat sudah dikenal semenjak berabad-abad lamanya oleh masyarakat adat Paser yang berdiam di sekitar dan di dalam kawasan Hutan. Namun, sampai saat ini, baik pemerintah daerah maupun pusat belum mengakui secara legal/resmi mengenai hak hutan adat yang telah dikelola oleh masyarakat adat itu sendiri," ungkap Direktur Eksekutif Walhi Kaltim, Isal Wardana, di Samarinda, Selasa.

Investasi sumber penghidupan rakyat dalam bentuk perluasan kawasan perkebunan kelapa sawit skala besar, pertambangan dan Hak Penguasaan Hutan-Tanaman Industri (HPH-TI) serta skema konservasi atau perlindungan keanekaragaman hayati yang tidak memihak kepada masyarakat adat, terus mengancam keberadaan dan pengelolaan hutan adat di Kabupaten Paser, kata Direktur Eksekutif Walhi Kaltim tersebut.

"Termasuk, skema Perdagangan Karbon (dalam skema REDD) yang ditawarkan dalam kerangka perubahan iklim juga menjadi salah satu ancaman yang dirasakan langsung oleh masyarakat adat yang tinggal disekitar dan didalam hutan," ujar Isal Wardana.

Bersama 25 perwakilan masyarakat adat dari tujuh kampung di Muara Payang kecamatan Muara Komam, Kabupaten Paser, pada 20 hingga 21 Agustus 2009 lalu, Walhi menandatangani kesepakatan, menolak segala bentuk investasi sumber penghidupan rakyat yang selama ini merusak dan menggusur kawasan kelola hutan adat, menghindari dan melawan skema-skema konservasi atau perlindungan keanekaragaman hayati yang tidak memihak kepada keadilan ekologi dan hak-hak masyarakat adat.

"Pada kesepakatan bersama puluhan masyarakat adat tersebut, kami juga mendesak pemerintah, investor (perusahaan) dan LSM Konservasi International agar melakukan konsultasi dan kebebasan serta kemerdekaan dalam memilih terhadap segala bentuk tawaran investasi dan skema konservasi atau perlindungan keanekaragaman hayati," katanya.

Kesepakatan lainnya lanjut Direktur Eksekutif Walhi Kaltim itu yakni, menetapkan kawasan hutan adat yang dikelola secara bersama dibeberapa kampung seperti, Kampung Muluy seluas 10.000 hektar sebagai hutan adat dan 3.000 hektar untuk pengelolaan masyarakat sebagai kawasan berladang, berburu dan berkebun.

Kampung Sekuan Makmur dengan luas sekitar 100 hektar, Kampung Long Sayo seluas 8000 hektar sebagai kawasan hutan adat dan 2.000 hektar untuk berladang. Di Muara Payang seluas 10.000 hektar sebagai hutan adat, di Kampung Lusan dengan luas 7500 hektar dijadikan hutan adat dengan peruntukkan sebagai kawasan perlindungan adat, berkebun dan berburu.

Kapung Telake (Tompok) seluas 10.000 hektar sebagai kawasan hutan adat, 5000 hektar untuk berladang serta 5000 hektar untuk berburu. Kampung Muara Samu di kawasan Gunung Belaung seluas tiga kilometer persegi berupa kebun rotan, buah-buahan (kopi, durian, langsat, pohon madu dan lain sebagainya) dan dua danau (kreketa dan toramais).

"Bersama masyarakat adat, kami juga mendesak Pemerintah Daerah untuk membuat dan memperbaiki Peraturan Daerah (Perda) mengenai Pengakuan Hak Adat, serta menerbitkan SK Pengelolaan Hutan Adat di Kabupaten Paser," ungkapnya.

0 komentar:

Posting Komentar